Selasa, 15 Desember 2015

Essay Gojek sebagai representatif kemajuan teknologi

Go-Jek sebagai representatif dari kemajuan teknologi
oleh: Ari Karnanda


Teknologi saat ini sudah ‘berkembang biak’ sangat pesat. Teknologi yang ada di zaman postmodern sekarang ini sudah sangat di luar daripada sesuatu yang biasa. Melalui teknologi yang ada kita bisa mendapatkan beberapa manfaat, seperti contohnya kita mampu berinteraksi menggunakan sosial media dengan sesama, kita mampu menemukan informasi-informasi yang dibutuhkan dan belum pernah kita tahu sebelumnya.

Di era globalisasi ini jarak sejauh apapun dapat diakses dengan waktu tempuh yang sangat cepat, setiap orang sudah tidak mempersalahkan jarak dan waktu dalam mengakses transportasi. Transportasi menjadi sesuatu yang sangat penting di era globalisasi, semakin cepat diakses transportasi itu, maka setiap orang akan lebih tertarik dan menjadikannya sebagai alat transportasi pokok. Seiring dengan pertumbuhan kendaraan bermotor yang boleh dikatakan sudah ‘membludak’ hampir diseluruh wilayah Indonesia, terutama di wilayah kota-kota besar. Kendaraan bermotor ini penyumbang kemacetan terbesar. Oleh karena itu berbagai permasalahan timbul, dan pemerintah juga tidak hanya diam, berbagai kebijakan diluncurkan, mualai dari menyediakan bus antar kota dengan jalur khusus seperti busway di jakarta. Sama seperti pemerintah DKI Jakarta pemerintah Kota Bandung juga menyediakan angkutan bus khusus dengan slogan ‘ayo naik bus’ nya yang diharapkan setiap orang tidak lagi mengendarai kendaraan pribadinya, tetapi menggunakan kendaraan umum. Namun, lagi-lagi hal ini dirasa belum bisa mengurai kemacetan. Oleh karena itu, disini akan dibahas alat transportasi dewasa ini yang dirasa beberapa warga sebagai alternatif untuk menembus kemacetan yang sering terjadi. Yaitu dengan munculnya berbagai macam ojek online seperti Go-Jek, Grab-Bike, Blu-Jek, dll. Dan disini akan dibahas salah satu dari ojek online tersebut, yaitu Gojek.

Gojek adalah sebuah platform yang telah mengalami rekayasa sosial (social engineering) pada transportasi umum, di mana kita (konsumen) dihubungkan dengan pelaku (tukang ojek) dengan bantuan kepintaran smartphone dan GPS melalui sebuah aplikasi berbasis android. Bisa dibilang juga gojek adalah e-commerce (perdagangan jasa elektronik).

Seiring berkembangnya zaman, menurut Bell (1973), masyarakat pascaindustri ditandai dengan perubahan dari industri manufaktur menjadi industri jasa yang terpusat pada teknologi informasi. Hal ini memberi suatu peran kunci kepada produksi dan perencanaan pengetahuan. Berdasarkan pandangan ini, perubahan teknologi adalah kekuatan pendorong perubahan sosial ketika pertukaran informasi dan produksi kultural mengganti industri berat di pusat gerak ekonomi. 

Gojek merupakan representatif dari perkembangan teknologi saat ini, dengan kemajuan teknologi setiap orang merasa termanjakan. Sebagai hasil dari teknologi gojek sendiri awalnya dirancang untuk memudahkan konsumen (pengguna jasa transportasi) dimana di kota-kota besar seperti jakarta dan sekitarnya transportasi merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan, gojek hadir sendiri memberi solusi dari berbagai macam kemacetan. Ini merupakan sesuatu yang menarik melihat fenomena saat ini di Indonesia pengguna smartPhone yang menjadi pengguna terbanyak ke-5 di dunia, analis eMarketer Monica Peart mengungkapkan bahwa maraknya kehadiran smartPhone dengan harga murah dan juga layanan internet broadband yang meningkat di negara berkembang, seperti India dan Indonesia, akan meningkatkan jumlah pengguna internet aktif secara berkala. Dengan demikian, setiap orang dapat mengakses internet dan menjalankan aplikasi (dalam hal ini aplikasi go-jék) yang dapat digunakan untuk mengakses jasa transportasi gojek online. 

Gojek yang kehadirannya dewasa ini menjadi tranding topic di beberapa daerah, telah menunjukkan eksistensinya. Ini tidak luput dari berbagai masalah yang dihadapi oleh para pengemudi gojek (bikers) yang menuai berbagai masalah mulai dari gaptek di dalam mengoperasikan aplikasi sampai dengan ancaman teror dari sesama tukang ojek (dalam hal ini oknum tukang ojek konvensional). Dan hal ini merupakan representatif dari apa yang pernah diungkapkan oleh kritikus Gorz (1982) yang memberi ucapan ‘selamat tinggal’ kepada setiap kelas pekerja manual, dalam hal ini yaitu (tukang ojek konvensional). Argumen utama Gorz adalah bahwa dalam konteks otomatisasi dan ekonomi pascaindustri, teknologi baru telah mengubah pola pekerjaan dalam masyarakat, menggeser sebagian besar penduduk dari kerja manual kelas pekerja dan identitas kelas yang terkait dengannya. Disini gojek telah menggeser keeksistensian ojek pangkalan (konvensional), oleh karena itu terjadilah gesekan diantara sesama tukang ojek ini. Dengan nada yang sama dengan Gorz, Touranine (1971) menempatkan kendali informasi dan pengetahuan pada pusat konfilik sosial baru. Walhasil, yang menjadi kelas dominan adalah kelompok yang mampu mengakses dan mengontrol infromasi. Dari pandangan tersebut sudah semakin jelas bahwa kehadiran gojek sudah menjadi ‘ancaman’ bagi para ojek pangkalan (konvensional). Karena dengan berbagai keterbatasan teknologi dan informasi ojek pangkalan telah kalah bersaing dengan gojek. Gojek selaku kelas dominan yang sekarang sudah mampu mengakses dan mengontrol informasi tersebut.

Gojek merupakan ojek online pertama di Indonesia, yang mempelopori dari berbagai macam ojek online lainnya. Disamping keeksistensian gojek munculah para pesaing yang memanfaatkan keeksistensian gojek, seperti grab-bike dan blu-jek hal ini merupakan sesuatu yang lumrah didalam dunia bisnis. Para penyedia jasa transportasi ojek online ini bersaing didalam memanjakan konsumennya, mulai dari fasilitas seperti helm, jaket, diskon tarif, sampai dengan jasa pembelian dan pengiriman barang. Hal itu dirancang sedemikian rupa untuk menarik para konsumen agar memakai jasa ojek online.

Hadirnya gojek sedikitnya telah membantu pemerintah dalam hal penyedia lapangan pekerjaan. Tidak hanya dari kalangan kelas biasa yang melamar ingin menjadi karyawan dan pengemudi gojek banyak dari kalangan kelas sarjana yang berlomba agar mendapatkan tempat sebagai karyawan gojek. Hal ini merupakan sesuatu yang menarik diamana disaat susahnya mencari pekerjaan gojek hadir dan menyerap banyak tenaga kerja. Menurut Bell, struktur kelas baru sangat terkait dengan semakin pentingnya pengetahuan dan keterampilan teknis pada masyarakat pascaindustri. Jadi, ‘kelas utama dalam masyarakat baru yang tengah muncul adalah kelas profesional yang didasarkan pada pengetahuan ketimbang kekayaan’ (Bell, 1973).

Namun, disamping keeksistensiannya, gojek juga sampai saat ini belum memiliki status legal sebagai kendaraan umum yang beroperasi sebagai angkutan penumpang. Berdasarkan UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa sepeda motor sejatinya bukan sarana angkutan penumpang. Hal ini jelas telah melanggar aturan berlalulintas. Perlu adanya ketanggapan pemerintah melalui kepolisian dan dinas perhubungan dalam hal ini. Jangan sampai ada sesuatu yang ilegal beroperasi sebagai angkutan umum apalagi milik swasta yang sudah jelas tidak dikenai pajak beroperasi sbg angkutan umum, dan hal ini akan merugikan negara.

Dan akhirnya semua kembali kepada setiap orang didalam memilah dan memilih kendaraan transportasinya. Memang di zaman postmodern ini alat transportasi dengan menggunakan teknologi informasi akan mendominasi daripada yang masih konvensional, dikarenakan keterbatasannya. Namun, kita juga harus bijak didalam menganggapi dan menggunakan berbagai macam jasa taransportasi ini. Sekiranya, kita masih bisa menggunakan alat transportasi umum yang disediakan pemerintah kenapa tidak. Setidaknya kita sudah mendukung kebijakan pemerintah dan ikut serta untuk tidak menciptakan kemacetan. Dan untuk permasalahan antar tukang ojek konvensional dan gojek online ini harus diseslesaikan secepatnya jangan sampai ada gesekan terus menerus yang pada akhirnya akan mencitpakan keadaan yang tidak kondusif. ***
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar