Kamis, 12 Januari 2017

Jejak Wisata Kawasan Perniagaan Pecinan di Bandung oleh Novita Sari


Kelenteng merupakan tempat peribadatan masyarakat Tionghoa pada tahun 1930-an. Mengapa disebut kelenteng??? Pada saat itu, masyarakat Tionghoa yang akan melakukan ritual selalu ditandai dengan bunyi “teng teng teng” yang berasal dari jam dinding yang besar. Dari situlah kata kelenteng berasal. Namun, tahun 1965-an kata kelenteng digantikan dengan Vihara. Sebelumnya, Indonesia memiliki enam agama yang diakui yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha dan Konfusius. Namun, pada pemerintahan Orde Baru agama Konfusius dihapuskan sebab dianggap sebagai kepercayaan bukan sebagai agama. Nah, sejak itulah nama kelenteng diganti menjadi “Vihara” karena bukan dianggap lagi sebagai tempat ibadah. Akan tetapi, saat ini, vihara tetap dipertahankan oleh orang Tionghoa sebagai tempat peribatan dan juga sebagai tempat ritual yang sering dilakukan di hari-hari besar berdasarkan kalender Gregorian Tionghoa. Masyarakat Tionghoa memiliki empat kepercayaan yaitu Tao, Konfusius, Buddhis, dan Khonghucu. Dengan demikian, Bandung memiliki kelenteng peninggalan masyarakat Tionghoa yang menganut kepercayaan Konfusius.

Vihara Samudra Bhakti merupakan komuniti senter bagi masyarakat Tionghoa. Tempat tersebut sering digunakan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan masyarakat Tionghoa. Bahkan, vihara tersebut juga pernah digunakan sebagai tempat menuntut ilmu sebab sering dijadikan sekolah. Bentuk arsitektur Vihara Samudra Bakti berbentuk segiempat yang merupakan miniatur dari falsafah Tionghoa. Vihara tersebut terdapat tiga ruang bagian kanan, tengah dan kiri. Namun, ruang kanan dan kiri sudah dilakukan renovasi sementara ruang tengah bentuk yang tidak boleh diubah oleh pemerintahan daerah sesuai dengan Peraturan Daerah No. 19 tahun 2009.

Vihara Samudra Bhakti terdapat tabung pertanyaan. Tabung tersebut berada di ruang tengah yang terdapat dua buah yaitu untuk menampung pertanyaan dan pengobatan. Tabung untuk menampung pertanyaan berupa pertanyaan seputar kehidupan masyarakat Tionghoa. Sementara itu, tabung untuk pengobatan berupa pertanyaan pengobatan yang sifatnya penguatan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan terjawab melalui syair atau dongeng bukan secara nyata.

Vihara Samudra Bhakti merupakan kelenteng besar yang berada di Jalan Kelenteng No. 5 Bandung. Sementara di dekat kelenteng besar terdapat kelenteng kecil yang terdapat di daerah Jalan Cibadak yang terdapat empat kelenteng kecil yaitu Vihara Buddhi, Kelenteng Pribadi, Vihara Dharmaramsi, dan Vihara Sinar Mulia. Vihara Buddhi merupakan kelenteng masyarakat Tionghoa khusus wanita, sedangkan kelenteng pribadi dimiliki oleh salah satu orang Tionghoa tapi boleh digunakan untuk umum. Vihara Dharmaramsi merupakan kelenteng yang digunakan untuk melakukan budaya tahunan seperti Imlek (Hari raya yang menandakan hari pertama musim semi bagi masyarakat Tionghoa). Selain itu, Vihara Dharmaramsi dijadikan tempat masyarakat Tionghoa untuk membuat kerajinan tangan di hari-hari tertentu seperti upacara ritual.

Masyarakat Tionghoa memiliki Nabi yang bernama Kong Chu yang lahir pada 551 SM. Dalam kelenteng yang dikunjungi di Bandung terdapat banyak patung. Tujuannya patung tersebut untuk dikenang, diketahui keistimewanya bukan disembah. Selain itu, terdapat buah-buahan disekitar patung di dalam kelenteng tersebut salah satu budaya yang dimiliki masyarakat Tionghoa yang tujuannya untuk mrnghormati leluhur sama halnya seperti manusia yang memiliki toleransi yang tinggi.

Batu nisan peninggalan orang Tionghoa kebanyakan etnis Fu Chi Eun dan Khu Ang Tun yang berasal dari Tionghoa Selatan yang keluar dari kawasannya sebab ketika itu terjadi bencana alam dan terjadi politik kekuasaan. Maka mereka pergi dari kawasannya untuk mempertahankan diri dari serangan tersebut. Kawasan Tionghoa Selatan merupakan satu provinsi yang memiliki dialek yang berbeda-beda.

Masyarakat Tionghoa memiliki sebuah kebudayaan memasangkan cermin warna merah di depan pintu yang dipercaya dalam falsafah Fung Shu oleh orang Tionghoa sebagai simbolik untuk daya alam yaitu misalnya untuk menangkal terjadinya kemalingan. Jika, pencuri itu melihat ke cermin tersebut maling tersebut akan ketakutan melihat dirinya sendiri sebab maling itu mukanya akan berubah menjadi menyeramkan.

Bidang perniagaan, sebagian besar masyarakat Tionghoa melakukan bisnis. Dalam melakukan bisnis masyarakat memiliki pekerjaan yang sama yaitu berdagang produk yang sejenis berdasarkan etnis masing-masing sehingga setiap etnis menjual produk yang berbeda-beda. Perdagangan yang dilakukan oleh orang Tionghoa di Bandung terletak di daerah Jalan Waringin bekas pecinan perniagaan masyarakat Tionghoa tapi sudah ditinggalkan oleh para penghuninya. Bentuk bangunan untuk melakukan perniagaan memiliki berbagai bentuk yang disesuaikan dengan strata sosial masyarakat Tionghoa.

Menurut Sugiri Kustedja, saran untuk pemerintah daerah yaitu sebaiknya pelestarian budaya harus tetap dipertahankan oleh masyarakat sebab jika dilihat sejarahnya bahwa masyarakat Tionghoa memiliki peran besar dalam kehidupan sosial di Bandung. Meskipun, niat walikota bagus untuk memajukan kehidupan sosial masyarakat bandung.


Kritik
Dalam acara Jejak Wisata Kawasan Perniagaan Pecinan di Bandung ini merupakan kegiatan bersifat positif untuk mengetahui letak-letak peninggalan masyarakat Tionghoa baik tempat tinggalnya, tempat ibadahnya muapun tempat masyarakat Tionghoa mencari nafkah untuk mempertahankan hidup. Namun, acara yang dilaksanakan pada Minggu, 30 Agustus 2015 ini dijelaskan bukan oleh ahli sejarah melainkan arsitek yang bernama Sugiri Kustedja. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa sumber-sumber yang kami kunjungi belum dapat dipercaya sepenuhnya. Selain itu, dalam menyampaikan informasi pemateri tidak merujuk pada sebuah buku melainkan menggunakan pengalaman pribadi pemateri yang mendapat informasi melalui wawancara dengan keturunan Tionghoa.

Latar Belakang Acara Jejak Wisata Kawasan Perniagaan Pecinan di Bandung

Kota Bandung merupakan kota urban yang memiliki berbagai macam jenis masyarakat. Dalam Peraturan Daerah No. 19 tahun 2009 mengesahkan bahwa kelenteng Vidhara Samudra Bhakti merupakan cagar budaya yang termasuk dalam kelas A memiliki makna yang sangat penting dalam sejarah kota Bandung.

Kata Pecinan di Bandung sebenarnya tidak ada sebab masyarakat Tionghoa tidak memiliki pemukiman yang berdekatan tapi pada kenyataannya berjauhan. Namun, memang benar kalau masyarakat Tionghoa memiliki kawasan perniagaan pecinan di Bandung.


Manfaat Acara Jejak Wisata
Kota Bandung merupakan kota urban yang dibentuk dari koloborasi antara orang Sunda, Belanda, sebagian orang India, Arab dan Tionghoa sehingga memberikan pemahaman masyarakat urban yang pluralisme. Selain itu, pertemuan yang diadakan tersebut memperluas adanya lalu lintas transportasi kemudian mengakibatkan kerusakan lingkungan sehingga masyarakat Bandung harus diberikan pemahaman adanya keberagaman etnis di Bandung sebab dengan begitu Bandung akan memiliki kekuatan yang besar untuk menghadapi maslah perekonomian dunia.
Bandung menjadi kota internasional sebab pada sejarahnya Bandung pernah diperkenalkan kepada dunia melalui Konferensi teh pada Hindia Belanda dan Konferensi Asia Afrika. Dalam hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah mempertahankan kerjasama antara pemerintahan, masyarakat, dan komunitas bersatu berkumpul untuk melihat wajah kota Bandung yang diusulkan pemerintahan kota yang ada dalam Peraturan Daerah No. 19 tahun 2009.

Harapan
1.      Kesadaran masyarakat mengenai kota Bandung akan lebih tinggi. Selain itu, masyarakat juga mengetahui perkembangan dan perubahan apa saja yang terjadi di Bandung sebab kota merupakan kampung dunia. Jadi, masyarakat Bandung bisa sadar bahwa kota ini merupakan kota Internasional.

Tujuan
1.      Suatu komunitas bernama Bandung Heritage bekerjasama dengan Yayasan Dana Sosial Priangan salah satunya anggotanya Bapak Sugiri yang mengusulkan bahwaarsitektur Vihara Samudra Bhakti merupakan Kelenteng Kelas A berdasarkan UU no. 19 tahun 2009 Peraturan Daerah yang dijadikan Cagar Budaya Bandung.
2.      Pada masa Hindia Belanda kelenteng dirancang oleh pemerintahan Hindia Belanda untuk tempat beribadah masyarakat Tionghoa. Dalam pembangunan kelenteng, orang Tionghoa berperan penting dalam pembuatan kelenteng tersebut dengan bentuk yang disesuaikan dengan budaya masyarakat Tionghoa. Selain itu, acara ini disepakati oleh Graha Surya Priangan untuk menunjukkan kepada orang Bandung sejarah Bandung. secara umum, masyarakat Bandung hanya mengetahui bahwa sejarah kota Bandung hanya ada unsur orang Belanda, Sunda, India, Arab. Akan tetapi, sesungguhnya orang Tionghoa juga memiliki peran besar dalam sejarah Bandung.
3.      Pelaksanaan ini juga bertujuan untuk menunjukkan Cagar Budaya Tionghoa. Maka Heritage membuat program update budaya pecinan perniagaan. Kenapa? Karena pada zaman Hindia Belanda tidak diatur pecinan namun bangunan tersebut terjadi karena berjalannya waktu.
4.      Pada tahun 1870-an Bandung sudah tidak dibatasi lagi orang luar bisa masuk ke Bandung dengan mudahnya. Pada perang Dipenogoro tahun 1830 masyarakat Bandung hanya 190 juta. Namun, setelah tidak dibatasi bertambah semakin banyak orang Tionghoa datang ke Bandung.

5.      Dalam sumpah pemuda wilayah Hindia Belanda mempunyai tiga prinsip. Hal itu diketahui oleh orang Tionghoa melalui pendidikan sehingga mengetahui bahasa Indonesia. Ketika itu, orang Tionghoa hanya mengetahui kerajaan. Namun dengan adanya pendidikan orang Tionghoa mengetahui adanya gabungan dari kerajaan akhirnya Tionghoa kabur dari dataran Tionghoa dan sadar bersatu melawan penjajah. Namun, pada pemerintahan orde Baru, ketika kejadian G30S/PKI Indonesia melarang masyarakat Tionghoa untuk melakukan upacara ritual, bahasa mandarin sebagai bahasa resmi Tionghoa. Akhirnya, berdampak kepada keturunan Tionghoa yang tidak mengetahui bahasa Mandarin.