Selasa, 15 Desember 2015

Tradisi Perkamusan Indonesia

Keadaan perkamusan di Indonesia berbeda dengan tradisi perkamusan di negara-negara yang sudah maju. Pembinaan perkamusan merupakan proses yang panjang, setiap tahap dalam proses itu merupakan akumulasi dari penelitian dan analisis bahasa serta kegunaan praktis kamus hasil proses sebelumnya. Setiap penerbitan kamus diarahkan kepada kecermatan pencatatan bahasa dan kesempurnaan yang setinggi-tingginya, walaupun setiap terbitan tidak dapat dilepaskan dari ‘ideologi bahasa’ editor masing-masing, dan kadang-kadang juga dari usaha editor untuk menyesuaikan terbitannya denga selera publik.

            Fungsi kamus ialah memelihara kemurnian bahasa, menurut tokok perkamusan yaitu Samuel Johnson.

            Ideologi bahasa yang normatif, sebenarnya bertentangan dengan pendirian yang melandasi kamus-kamus modern, seperti A New English Dictionary on Historycal Principles (1934) – yang lebih dikenal dengan Kamus Oxford.

            Tradisi perkamusan negara-negara maju memang dimulai dengan kamus standar dan kamus monolingual; dan kamus sumber tersebut, lalu diterbitkanlah kamus-kamus yang lebih terbatas seperti Shorter Oxford dan Webster’s Third New International Dictionary (1961). Namun, keadaan perkamusan di Indonesia tidak seperti itu.

            Sejarah leksikografi di Indonesia dimulai dari daftar kata-kata atau glosarium  ke kamus-kamus bilingual, lalu meningkat ke kamus-kamus monolingual. Berdasarkan catatan, karya leksikografi Indonesia tertua dalam sejarah studi bahasa di Indonesia ialah daftar kata Cina-Melayau yang berasal dari permulaan abad ke-15 yang berisi 500 kata kepala. Daftar kata Melayu-Itali yang disusun Pigafetta (1522) termasuk pula karya leksikografis awal.

            Minat pada perkausan Indonesia pada zaman kolonial terbatas pada orang-orang asing saja. Jadi kamus yang disusun pun pada umumnya kamus bahasa asing-bahasa Indonesia (Melayu, Jawa, Bali, Sunda, Makasar, dan lain-lain). Satu-satunya kekecualian yang perlu dicatat ialah kamus Melayu-Jawa yang berjudul Baoesastra Melayu-Jawa (1961) karangan R. Sastrasoeganda, merupakan kamus monolingual pertama yang disusun oleh putra Indonesia ialah kitab pengetahuan bahasa yaitu Kamus Loghat Melayu Johor-Pahang-Riau-Lingga-Penggal yang pertama oleh Raja Ali Haji dari Riau, Tahun 1354 Hijrian (=1928 Masehi) tercatat pada buku yang dicetak oleh Al Ahmadiah Press Singapura.

            Kamus-kamus seperti Baoesastra Djawa (1930) karangan Poerwadarminta, Hardjasodarma, dan Ppedjasoedira dapat dianggap sebagai pelopor kamus pada masanya, sedangkan pelopor kamus dalam bahasa sunda adalah R. Satjadibrata, dengan kamusnya yang berjudul Kamoes Basa Sunda.


            Ada beberapa kamus monolingual bahasa Indonesia yang terbit; yang paling tua di antaranya Kamus Umum Bahasa Indonesia (1957) karangan W.J.S Poerwadarminta. Kamus itu disusun atas dasar bahan-bahan unsur-unsur preskriptivisme dan subyekitisme. Istilah-istilah teknis yang terbatas penggunaanya tidak dimuat di dalamnya. Oleh karena itu kamus tersebut dinamakan kamus umum. Karena mutunya yang tinggi dipandang dari sudut leksikografi, tampaknya semua pekerjaan perkamusan bahasa Indonesia pada masa-masa yang akan datang harus mempergunakan kamus itu sebagai landasan.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar